Buku Panglima Tani Moeldoko: Anak Dusun Jadi Negarawan

0
2026
promo-buku-panglima-tani

Ayahnya mendidik Moeldoko dengan keras. Sementara ibunya membimbingnya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Kontradiksi tersebut pada akhirnya menjadi sebuah paradok dalam dirinya. Ia bisa tegas namun juga dapat memiliki empati pada lingkungannya, termasuk senang berbagi dan peduli. Sementara sebagai anak mushola di kala kecil, Moeldoko dewasa juga terbilang cukup religius.

Ia berpredikat haji dan kerap keliling pesantren untuk bersilaturahim sekaligus menimba nasehat dan ilmu. Tahun 2016 lalu, Moeldoko membangun Islamic Center – yang di dalamnya terdapat sebuah masjid megah Masjid Dr H Moeldoko – di Desa Kayen, Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Jombang. Moeldoko berharap masjid seluas sekitar 3.260 meter persegi itu tidak hanya menjadi tempat beribadah, tapi juga untuk menggerakkan perekonomian masyarakat sekitar masjid.

Oleh karena dinilai kredibel dan berpengalaman, maka setelah sekitar tiga tahun pensiun dari TNI, Moeldoko dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) menggantikan Teten Masduki pada 17 Januari 2018 lalu.

Moeldoko menegaskan bahwa ia siap melaksanakan tugasnya sebagai KSP secara profesional. Menurutnya, salah satu tugas KSP adalah menyelesaikan masalah yang terjadi dalam pelaksanaan program-program prioritas nasional, termasuk juga percepatan untuk pelaksanaannya. Sebelum menjabat sebagai KSP, Moeldoko terlebih dahulu menjabat sebagai ketua umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) periode 2017 hingga 2020. Pengukuhan Moeldoko dilaksakan pada pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) HKTI tahun 2017 silam.

Dunia pertanian bukan hal asing baginya. Ia adalah anak seorang petani. Maka seusai meninggalkan dinas keprajuritannya ia pun memilih menjadi petani. Pengalaman itulah yang ia jadikan sebagai modal dalam memimpin HKTI. Selama menjabat sebagai ketua HKTI, Moeldoko berharap bahwa HKTI bisa menjadi mitra strategis dan positif pemerintah dalam hal ketahanan pangan bagi rakyat dan pemerintah Indonesia. Harapan baru bagi rakyat bagaimana mewujudkan kesejahteraan, harapan pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan dalam rangka ketahanan pangan.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, pernah memuji Moeldoko sebagai ketua umum HKTI yang telah berbuat banyak untuk pertanian Indonesia. “Seandainya ada 100 – 200 jenderal seperti Bapak Moeldoko yang turun ke pertanian, bisa bergetar ini Indonesia,” kata Amran dalam acara syukur panen di Desa Karang Layung, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Kamis, 23 November 2017.

Selain bertani, Moeldoko juga banyak melakukan aktivitas bisnis. Salah satu bisnis inovatif dan visionernya adalah mendirikan pabrik bus bertenaga listrik. Bus buatan dalam negeri ini diberi MAB (Mobil Anak Bangsa). Sebagai pemiliknya, ia berencana memberikan 5 persen saham PT Mobil Anak Bangsa (PT. MAB) untuk anak Indonesia yang siap berkontribusi dalam mengembangkan teknologi di era modern saat ini. Meski tak banyak tersiar, Moeldoko juga aktif di ranah ekonomi syariah. Bersama putranya ia mendirikan fintech syariah yang berorientasi membantu pelaku bisnis UMKM. Dan ia juga merupakan wakil ketua dewan pembina Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).

Itulah beberapa fakta menarik tentang Moeldoko yang tampil dalam buku ini. Menilik dari perjalanan hidup dan kehidupannya sejak kecil hingga sekarang menjadi KSP, cukup tergambar bahwa ia merupakan seorang pejuang yang gigih dan tangguh serta sekaligus merupakan sosok seorang negarawan yang sengat peduli terhadap bangsa dan negara.

Salah satu filosofi hidupnya yang ia pegang teguh adalah “Urip iku urup”. Hidup itu harus menghidupi. Intinya, hidup harus memberikan manfaat bagi orang lain, baik itu berupa hal-hal kecil maupun hal besar. Filosofi Jawa tersebut menjadi pegangan hidup Moeldoko. Jenderal bintang empat ini beprinsip, hidup harus bermanfaat bagi orang lain. “Setiap hari harus memberikan manfaat,” ujarnya.

“Satu hal yang harus disampaikan bahwa buku ini merupakan suntingan dan pengolahan dari kumpulan berita atau dokumentasi jurnalistik yang telah tersiar pada berbagai media massa pada kurun lima-enam tahun terakhir. Jadi, sekali lagi, Buku Panglima TANI Moeldoko ini bukan merupakan karangan atau karya ilmiah orisinal melainkan lebih sebagai catatan rangkaian berita dan informasi yang sudah tersiar di publik,” ujar Yayat Supriyatna, Penulis Buku tersebut kepada INDOPOS, Rabu (11/7).

“Perlu juga diinformasikan bahwa sejauh ini belum ada buku khusus mengenai Jenderal TNI (Purn) Dr H Moeldoko yang diterbitkan baik yang berupa biografi maupun jenis lainnya,” kata Guntur Subagja, yang juga penulis buku tersebut.(MC)

1 2

Leave a reply

one + twenty =